Senandung RASA Ketika hati dan otak mulai tak mampu lagi menampung rasa dan lisan tertahan untuk menyenandungkannya, maka tulisan mengambil alih untuk menyampaikannya. Menyenandungkan semua tentang Rasa...

Minggu, 29 Juni 2014

Jika Bisa...

Satu minggu sudah aku tinggal bersama gadis ini. Seorang gadis cantik yang selalu tampak anggun dengan balutan kerudungnya, seorang gadis cantik yang selalu memperlakukan aku dengan lembut dan penuh perhatian. Ia sangat menyayangiku. Kemanapun ia pergi, ia selalu membawaku dan selalu menceritakan peristiwa apapun yang terjadi dengannya sepanjang hari.

Aku masih ingat saat pertama kali ia menyentuhku dan memilihku di antara jenis-jenisku yang lain. Tanpa melihat ataupun memilih yang lainnya, ia langsung meraihku dan membawaku pulang. Menimang-nimangku, seolah aku adalah benda paling berharga yang pernah ia miliki.

Aku juga masih ingat saat ia pertama kali bercerita kepadaku. Cerita gembira karena sekarang telah memilikiku, dan cerita-cerita bahagia lainnya. Ia bercerita dengan lembut. Lembut tanpa menyakitiku sedikitpun. Aku bahagia bisa dimiliki oleh gadis cantik seperti dia. Namun, kebahagiaanku perlahan memudar. Tiga hari berlalu, aku mulai mendengarkan ia bercerita dengan air mata yang sering kali menetes. Aku sedih melihatnya. Tangisnya mulai mewarnai setiap kalimat yang ia ceritakan padaku. Dan hal itu berlangsung hingga sekarang ini.

***

Hari ini, ia kembali bercerita. Ia menunjukkan selembar foto, bergambarkan sosok laki-laki yang tersenyum manis, dengan lesung pipi yang menghiasi kedua pipinya. Aku, seperti biasa, selalu menyimak ceritanya dengan sabar. Namun hari ini, kesedihan yang terpancar dalam setiap rangkaian kalimat yang ia ceritakan, membuatku juga ingin meneteskan air mata. Jika saja aku bisa menangis. Aku pasti sudah menangis bersamanya. Bukan hanya menampung tangisannya, tapi juga ikut berbagi tangis dengannya.

***

Lagi, hari ini ia kembali membelai hatiku dengan guratan kalimat penuh kesedihan. Kenapa goresan kata-kata ini semakin lama semakin menyayat? Kenapa ia tak lagi membubuhkan senyum saat ia membelai hatiku? Aku rindu dengan celoteh riangnya. Aku rindu dengan senyum manisnya. Jika saja bisa, aku ingin berteriak dan memarahinya. Aku sedih melihat setiap tetes bening yang selalu membasahi kedua pipinya dan ikut membasahi badanku juga.

Ah, apa yang harus aku lakukan? Kesedihan itu semakin lama semakin memuncak. Untuk hari ini, bahkan aku merasakan tetes lain selain air matanya. Tetes berwarna merah pekat dan kental. Tetes yang ikut menetes saat bening air itu menetes. Harus bagaimana aku membantunya? Aku melihat kesedihannya, aku melihat kesakitannya, tapi yang bisa aku lakukan hanyalah menatap dan menampung satu persatu rangkaian kata dalam cerita-cerita sedihnya.

Ya, hanya cerita sedih, tanpa ada emosi lain selain sedih dan kesakitan. Ah, aku benar-benar benci menampung cerita sedih seperti itu. Badanku harus basah oleh tetesan air mata, atau malah ingus yang tak mampu tertahankan karena isak yang semakin lama semakin meninggi. Dan sekarang, ada tetesan lain yang ikut mewarnai. Ya, tubuhku sudah seperti kanvas yang bercampur cairan-cairan alami yang keluar dari tubuh manusia.

***

Sudah empat hari gadis itu tak lagi bercerita padaku. Apakah ia mengerti bahwa aku tak suka menampung cerita sedihnya? Entahlah, tapi aku merindukannya. Kemana ia? Ah, jika saja aku bisa mencarinya. Tak hanya berdiam di atas meja kayu ini. Diam dalam kesunyian kamar ini. Diam dalam cemas karena tak melihat gadis itu beberapa hari ini.

Jgrek. Pintu kayu berwarna coklat itu terbuka perlahan. Aku langsung bersorak riang. Berharap kalau yang muncul itu adalah si gadis manis pemilikku. Namun harapanku kandas seketika. Bukan, bukan gadis itu yang datang, tapi gadis lain dengan rambut dikuncir ekor kuda. Gadis ekor kuda itu langsung meraihku. Membuka gembok yang selalu terpasang guna menjaga kerahasiaan yang setiap hari aku tampung dari gadis manis pemilikku. Gadis ekor kuda itu membuka rahasiaku dan pemilikku. Menatap setiap rangkai kata yang ditumpahkan pemilikku. Lalu aku melihat bening yang menetes dari kedua mata gadis ekor kuda itu.

Ya, ya, ya. Gadis itu pasti ikut merasakan sedih dan sakit dari setiap guratan kata yang ada di bagian-bagian tubuhku. Gadis itu membuka setiap lembar bagian dalam tubuhku dengan cepat. Hingga akhirnya aku melihat kedua matanya terbelalak kaget. Ya, gadis ekor kuda itu akhirnya melihat juga lembaran-lembaran yang dipenuhi oleh tetes berwarna merah pekat yang telah mengering itu.

“Ini nggak mungkin....”

Aku mendengar suara lirih dari gadis ekor kuda itu. Ah, jika saja bisa, aku ingin berteriak dan menamparnya. Bagian mana yang tidak mungkin? Semua bahkan sudah terpampang jelas di lembaran tubuhku. Tetes merah yang telah mengering itu buktinya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan saat akhirnya gadis ekor kuda itu menutup tubuhku dengan kasar dan memasukkan aku ke dalam tasnya yang gelap. Mau dibawa kemakah aku? Aku tak ingin meninggalkan kamar ini. Tidak tahukah ia, kalau aku tengah menunggu pemilikku yang manis dan lembut pulang? Oh, Tuhan... bagaimana ini?

***

Bruukk!!! 

Sialan! Gadis ekor kuda itu membantingku ke atas meja kayu yang keras ini. dia pikir dia siapa? Bahkan pemilikkupun selalu memperlakukan aku dengan lembut. Lalu kenapa ia....

“Baca ini!”

Aku mendengar gadis ekor kuda itu berkata. Suaranya terdengar terluka. Lalu sebuah tangan besar meraihku. Oh, aku mengenali wajah ini. Ini wajah lelaki yang fotonya sering diperlihatkan oleh pemilikku. Aku jadi penasaran, siapa sebenarnya laki-laki ini. sepenting apakah ia untuk pemilikku? Dan apa yang sudah ia lakukan hingga membuat pemilikku selalu menangis.

Lelaki itu tak berkata apa-apa saat mulai membuka lembar-lembar tubuhku. Namun, aku dapat melihat gurat gelisah dan bersalah yang perlahan mulai muncul di wajahnya. Ada apa sebenarnya ini. Ah, jika saja aku bisa berteriak dan bertanya langsung. Aku benci menebak-nebak dalam diam seperti ini. Tak bisakah laki-laki ini mengeluarkan suara?

“Apa maksudnya ini?”

Laki-laki itu bertanya sambil menutup kasar diriku. Lagi, lagi aku harus diperlakukan seperti ini. Aku benar-benar merindukan pemilikku yang selalu lembut. Dimanakah ia sekarang?

“Nadia sakit, kamu selama ini salah paham. Aku tunjukkan itu ke kamu, agar kamu sadar dan berfikir. Nadia bukanlah wanita jahat seperti yang selalu kamu tuduhkan. Sekarang Nadia ada di rumah sakit.”

Lalu gadis ekor kuda itu beranjak pergi. Ya, ya, pemilikku jelas bukan orang jahat. Justru laki-laki inilah yang jahat karena telah membuat pemilikku yang manis selalu menangis. Oh, apa yang harus aku lakukan? Pemilikku ternyata tengah terbaring sakit. Jika saja aku bisa, aku ingin berteriak pada laki-laki ini. berteriak agar ia bergerak dan pergi ke tempat dimana pemilikku berada. Bukan malah berdiam diri dan termenung seperti ini. Aku ingin melihat pemilikku. Aku rindu celotehnya.

Ah, jika saja aku bisa....


#NarasiSemesta



Einca, 2014

Rabu, 25 Juni 2014

Tentang Sebuah Kata Maaf



 




Maaf....
Satu kata sederhana. Satu kata yang hanya terdiri dari empat huruf saja. Satu kata yang selalu dengan mudah diucapkan. Satu kata yang selalu menjadi tameng setiap orang saat melakukan kesalahan.
Kalian pasti sering ngomong “maaf”-kan? Setiap melakukan sesuatu yang itu entah disengaja atau nggak, pasti kalian ngomong kata “maaf”. Contoh sederhananya aja, ketika lo nggak sengaja nyenggol orang di jalan, pasti langsung ngomong “maaf”. Contoh rumitnya, lo bikin dosa sama orang lain yang dosanya pake banget. Setelah lo sadar akan dosa lo, pasti lo langsung minta maaf. 

Sesederha itukah sebuah kata maaf?
Segampang itukah untuk mengucap maaf dengan tulus dan mendapat maaf dengaan tulus juga?
Sesederha itukah sebuah kata maaf?
Segampang itukah untuk mengucap maaf dengan tulus dan mendapat maaf dengaan tulus juga?

Sesungguhnya, kata maaf jauh lebih rumit daripada yang kebanyakan orang tahu. Maaf bisa menjadi sederhana jika kita hanya melakukan sebuah kesalahan kecil. Nggak sengaja nyenggol orang di jalan, gitu misalnya. Tapi, untuk sebuah kesalahan besar, cukupkah hanya dengan mengucap satu kata maaf saja? Gue rasa nggak. Apalagi kalau sesudah ngomong maaf, malah ngulangin lagi kesalahan itu. Hellooooowwww.......!!! 
Gue juga pernah ngelakuin salah yang besar. Dan rasanya minta maaf aja itu nggak cukup. Gue bahkan minta maaf berkali-kali. Pokokny minta maaf terus ampe dimaafin. Tapi waktu itu, gue masih seorang anak ABG gahooll yang sadar salah baru sampai otak, terus juga sering khilaf. Jadi ya tanpa disadari, gue ulang lagi tuh salah. Sampai akhirnya sebuah tamparan keras yang nyadarin gue. Dan itu bener-bener keras. Minta maaf sambil mewek-mewek juga rasanya masih kurang. Dan nyesal yang datang itu rasanya nyesek banget. Dan gue juga nggak tahu yang dimintain maaf, beneran tulus maafin gue atau nggak.

Maaf itu baru terjadi kalau tak hanya sekedar diucapkan. Ketika menyesal itu benar-benar datang dan masuk ke hati, pasti kalian akan sadar kalau ngobatin sebuah luka karena kesalahan yang kalian lakuin itu, nggak akan cukup dengan lo ngomong, “gue minta maaf. Maafin gue ya,” terus lo ngacir dan bilang, “terserah lo mau maafin atau nggak, pokoknya gue udah minta maaf. Kan lo yang dosa kalau nggak mau maafin gue!”
Woi!!! Lo pikir lo abis bikin salah apa? Kalau sekedar nyenggol sih, okelah. Emang konsekuensinya dia sama Tuhannya kalau dia nggak mau maafi. Tapi itu cukup nggak bikin lo yang ngelakuin salah ini, lega? Kalau iya, berarti minta maafnya nggak pakai hati. Cuma sadar salah sampai otak doang. Dan buat formalitas aja. Kalau kayak gitu mah, mending nggak usah minta maaf. Biarin aja tuh kesalahan ngambang di kali! 

Ketika lo menyadari dengan hati tentang semua kesalahan itu. Pasti nyesalnya sampai ubun-ubun. Minta maaf aja nggak cukup rasanya. Nangis juga nggak guna. Ngadu sama yang di atas juga rasanya masih aja nyesek. Dan nyesek itu baru hilang, ketika kata maaf yang diucapkan itu tak hanya sekedar diucapkan. Tapi juga direalisasikan. Dan untuk hal ini, nggak apa-apa kalau yang dimintain maaf belum ngasih senyum buat maafin. Yang penting, lo minta maaf dan realisasikan kata maaf lo. Dengan tulus. Itu baru bisa bikin hati lega. Insya Allah. Sisanya, serahin sama yang maha pemberi maaf atas segala kesalahan.

Maaf itu bukan sekedar satu kata sederhana. Maaf itu bukan hanya sekedar satu kata yang terdiri dari empat huruf biasa. Maaf adalaah sesuatu yang harus kita rasakan dengan hati, kita ucapkan dan realisasikan dengan tulus ikhlas dan sepenuh hati.


Einca, 2014

Palembang Part 2 - Macet! Menerawang! Maksa! Mahal!



 
lampunya bagus ya... :D

Yipiiiii.... Gue pengen lanjutin lagi kisah gue di kota pempek ini. Ini hari pertama gue tiba di kota yang –demi apapun panas banget- indah ini. Hari pertama menginjakkan kaki di kota ini, gue sama adek gue langsung pasang obsesi buat manjatin tiang ampera! Huhahahaha.... Tapi sebelumnya, skejul pertama adalah nganterin adek gue nyari tempat dia buat tes SMBPTN besok pagi. Jadi, berangkatlah gue bareng dua adek sepupu gue lainnya, dua adek sepupu yang kebetulan badan sama wajahnya jauh lebih tua dari pada gue. Iya, iya, guekan masih imut banget. :D

Perjalanan pertama menuju lokasi tes adek gue besok, kami tempuh dengan lancar dan selamat. Walaupun panasnya nyengat sampai ke tulang, dan macetnya bikin pegel pantat, tangan, juga kaki. Gue sama adek-adek gue sampai di kawasan Puncak Sekuning itu. Setelah keliling nyari ruang ujian selama setengah jam dan cuci mata dikit liat china-china sesat yang kebetulan banyak banget disana, gue dan ketiga adek gue ini memutuskan untuk main ke sekitaran Ampera.

Setelah menempuh perjalanan yang makin sore makin macet, kami tiba di sekitaran Ampera yang, woaahhhhh!!!! Rame gilak cuii!!! Padahal hari senin loh. Berhubung masih panas banget, gue sama adek gue memutuskan untuk mampir ke Museum Sultan Mahmud Badarudin II. Museumnya rame. Nggak kayak di Kota asal gue. Museum udah sama kayak kuburan. Sepi, sunyi, Cuma ada penjaga gerbangnya doang. Udah kayak mau lewatin pintu neraka aja, saking horornya tuh museum. 

Oke, back to SMB II...
Gue dan ketiga adek gue masuk ke dalam museum yang terletak di lantai 1. Setelah bayar tiket masuknya, kami disambut sama seorang datuk yang menggunakan pakaian khas Palembang. Di tangan kanannya terdapat sebilah besi kecil, entah untuk apa. Gue sama adek gue langsung curiga, ni orang jangan-jangan tourguide. Tapi, berhubung adek gue yang dua orang lagi udah dengan pedenya ngikutin tu datuk, mau nggak mau gue dan adek gue yang satunya ngikut juga. Dan benerkan, ni datuk tourguide. Hemm...

Datuk  ini menjelaskan tentang semua benda yang ada di dalam museum tersebut. Dari mulai prasastinya sampai ke ranjang pengantin. Ketiga adek gue, dengan penuh perhatian dan seksama menyimak penjelasan si datuk. Sementara gue, gue asyik foto selfie. Akakakaakak....

Akhirnya, setelah berkeliling hampir 1,5 jam. Kami tiba kembali di depan pintu masuk. Masih duduk-duduk di dekat miniatur rumah adat Sumatra Selatan, si datuk datang lagi. Adek gue langsung bisik-bisik. “Ni datuk mau minta duit lagi ya, Yuk? Kok balik lagi?”, gue Cuma nyengir sambil dengerin segala praduga adek gue. Tapi, ternyata, si datuk bukan mau minta duit lagi, tapi malah nanya umur dan kerjaan kami sekarang.

Adek 1 : Saya masih 15 tahun, Tuk. Baru kelas 2 SMA.
Adek 2 : Saya masih 15 juga, tapi baru kelas 1 SMA.
Adek 3 : Saya baru lulus SMA, Tuk. Ini mau ikut tes besok.
Gue : Saya udah mau kelar kuliah, Tuk. Hehehe

Si datuk langsung ngomong, “Datuk nggak tahu asal kalian, datuk juga nggak tahu siapa orang tua kalian. Tapi datuk bisa liat kalian.” Datuk itu lalu menatap kami satu persatu.

Datuk ke adek 1 : Kamu itu terlalu boros. Jadi perempuan harus bisaa atur uang. Tangannya jangan terlalu gatal.

Datuk ke adek 2 : Kamu itu cita-citanya banyak. Liat orang jadi dokter mau jadi dokter, liat orang jadi guru mau jadi guru, liat orang mau jadi bidan kamu juga mau jadi bidan. Sudah besar, harus bisa memikirkan masa depan dari sekarang.  (Dalam hati gue nyambungin, jangan-jangan adek gue yang ini kalau ada power ranger beneran, dia mau jadi personilnya juga. Ranger ungu gitu. Belum adakan?)

Datuk ke adek 3 : (Diem, merhatiin dengan seksama) Kalau orang tua ngomong itu di dengar. Tandanya ortu masih sayang. Jangan bantah. Jadilah dewasa, jangan seperti anak kecil terus.
Ketiga adek gue shock, soalnya omongan si datuk ini emang bener semua. Lalu si datuk noleh ke gue. Gue jujur aja degdegan. Soalnya si datuk ngeliatin gue kaya gimana gitu. Gue pikir ni datuk naksir gue. Hahahaha....

Datuk ke gue : Hidup kamu itu udah berat. Jangan ditambah lagi. Jangan terlalu memikirkan orang yang bahkan belum tentu mikirin kamu. Hati itu tahu kebenarannya. Jodoh itu akan datang pada waktunya. Baik-baiklah, Insya Allah kamu akan mendapatkan dia yang terbaik dan mampu menerima semua lebih dan kurang, semua masa lalu dan semua yang di depan.

Gue bengong. Diem liatin tuh datuk yang senyum-senyum sok ramah ke gue. Lalu, datuk itu pergi ninggalin gue yang langsung dikerubungin sama ketiga adek gue. Udah macam ikan dikerubungin laler aja. No coment, woi! Gue aja shock! Hih jadi adek kok ya pada heboh! Tapi omelan gue tak diindahkan oleh adek-adek gue ini. Untungnya, kumandang Adzan Ashar nyelametin gue.  Yes!!! Gue langsung dengan manisnya ngomong, “nyari masjid yuk, Dek. Udah adzan tuh loh.” Lalu gue langsung ngacir. Hahaha...

Nah, masjidnya lumayan jauh juga. Dan gue pergi sama adek-adek yang jalannya lelet banget. Tau-tau aja gue udah jalan sendirian. Dan jalanan di sekitar Ampera itu, penuh sama angkot yang keneknya maksa banget nawarin buat naik angkotnya.
“Mbak, angkot nggak?”
“Nggak mas.”
“Naik aja Mbak. Jalan tuh capek.”
“Nggak, Mas. Makasih.”

Terus gue jalan lagi, sambil usaha nahan sabar dan gondok. Soalnya si kenek tadi masih ngejar-ngejar buat nawarin angkotnya. Gilak, maksa banget! Dan kejadian itu berulang-ulang sampai gue tiba di Masjid Agung yang terletak di seberang jalan. Astagfirullah. Dan rupanya, ketiga adek gue juga mengalami hal yang sama. Mereka sampai 10 menit setelah gue. Dan gue langsung diomelin karena ninggalin mereka. Salah sendiri, jalan kok kayak penganten! Udah tahu macet banget.

Setelah sholat dan duduk-duduk sebentar. Gue dan ketiga adek gue balik lagi ke arah Ampera buat nyari makan. Dan ternyata yang punya warung makan sama persis kaya si kenek-kenek angkot tadi. Maksa! Buset.... Ni kota penuh paksaan banget.  Gue mutusin buat masuk di salah satu warung bakso. Hal ini dikarenakan request semua adek-adek gue. Ya udah, gue sebagai Kakak yang baik dan sebagai tukang bayarin, nurut.

Lima menit menunggu. Akhirnya makanan sampai. Dann..... Mata gue sama adek gue melotot. Gilak. Ini bakso terdikit yang pernah gue liat! Buset! Dan harganya 10 ribu.. Ini mah takaran harganya 5 ribu. Dasar! Mau naik haji apa? Hiiisshhh.... 

Yah la macet, yah la mahal, yah la diterawang yang bikin gue shock. Ampuuunnnn!!! Kapok gue maen kesini. Semoga adek gue di terimanya di kota lain aja. Jangan disini. Demi apapun gue nggak betah!!! Mana nggak ada pantai pula. Yang ada Cuma sungai yang sama aja bentuknya kayak sungai-suangi lainnya. Nothing special. Nggak lagi-lagi deh main kesini lama-lama. Bangkrut badan, bangkrut dompet, bangkrut semuanya!!! Dan perjalanan malam ini, diakhiri dengan poto-poto nggak jelas di atas jembatan Ampera yang, ngomong-ngomong kece badai kalau lampunya dah pada nyala. :D


Einca, 2014

Senin, 23 Juni 2014

Tentang Hati.... Tentang Rasa

Hmm... Setelah gue cuap-cuap nggak jelas tentang perjalan jauh gue. Sekarang gue lagi pengen bahas tentang hati dan tentang rasa...
Tentang hati.... Tentang rasa.....
Secara ilmu pengetahuan, hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh. Berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi untuk tubuh setiap makhluk hidup.
Yang mau gue bahas disini, tentang “hati”. Hati yang diberikan oleh Tuhan untuk dapat merasakan banyak hal. Hati yang dapat merasakan senang, sedih, kecewa, dsb. Hati yang dapat merasakan suka, sayang, cinta. Hati yang juga dapat merasakan sakit.

Pernahkan ngerasain sakit hati? Nggak cuma sakit karena putus cinta. Tapi juga dari pertemanan, persahabatan, juga antar saudara sendiri.

Hati itu, sesuatu yang benar-benar sensitif. Hati itu kadang juga nyebelin. Bagi gue, hati itu lebih banyak nyebelinnya. Kenapa? Kadang hati itu suka melakukan tindakan yang sebenarnya ditolak oleh otak. Hati itu egois! Nggak mikirin si pemiliknya kayak gimana karena yang dirasakan si Hati ini, pokoknya si Hati ini maju terus pantang mundur! Maju tak gentar!

Iyakan? Pernahkan lo ngerasain di saat otak lo menyangkali mati-matian, tapi hati lo ngomongnya lain. Gimana rasanya badan lo kalau nyangkalin hati lo? Sakitkan? Semua salah. Duduk nggak enak, makan nggak enak, tidur nggak nyenyak, rindu menyerang. Eh... hahahaha

Tentang hati... tentang rasa... tentang keduanya yang nggak bisa dipisahkan. Tentang keduanya yang selalu muncul bersamaan. Tentang keduanya yang juga bisa sakit bersamaan. Dan juga bahagia bersamaan.

Tentang hati yang selalu tidak bisa menyangkali saat sebuah rasa muncul. Tentang hati yang juga tidak bisa menyangkali saat sakit karena rasa itu.

Berdasarkan pengalaman gue pribadi, sekuat-kuatnya orang, sesangar-sangarnya muka tu orang, pasti bakal nangis kalau hati dan rasa itu sakit. Guepun juga gitu. Malah bisa bikin badan drop mendadak karena sakit yang dirasa sama si Hati. Gue pernah juga ngalamin itu. Beberapa kali. Dan itu semept bikin gue nggak mau bangun lagi. Hati gue jadi serpihan bersama rasa yang dihempas ke dasar jurang. Rasanya kayak dunia lo juga hilang seketika.

Tapi, hati itu sebenarnya juga bukan sesuatu yang lemah. Saat hati memutuskan untuk merasa, sesungguhnya saat itu juga hati udah siap dan memperingatkan si pemiliknya untuk menguatkan si hati ini. Lo nggak mau hati lo jatuh dan jadi serpihan karena si rasa ini tadikan? Lo harus kuatin hati lo. Ketika hati itu kuat, badan lo juga ikut menguat. Itu cara lo nyelamatin diri lo sendiri, karena orang lain nggak akan bisa nyelamatin kehancuran hati lo karena si rasa ini.




Einca, 2014

Palembang!!! Part 1

Taraaaaaaaa....!!!!!!
Wooohhh,, kangen bingit sama lo blog!!! *pelukciumkecupsayangmuachmuach*
Hahaha.... Lebay ya gue. Iya nah, kangen banget gak nyoret-nyoret disini. Yang nanya juga udah banyak. Miannee *nunduk90derajat*.... Jadi, keudahlamaan gue nggak buka blog sama sekali, dikarenakan gue habis melakukan perjalanan jauh. Ceileh bahasa gue. Hahaha.... Nggak itu doang sih, gue juga abis ngalamin banyak hal selama satu minggu absennya gue cuap-cuap nggak jelas di blog.
Mmmm.... Malam ini, gue pengen cerita tentang perjalanan jauh gue dulu. Celamat membaca kakaks..
 ^_^

***

Jadi, seminggu lalu, gue pergi ke provinsi tetangga. Nggak jauh-jauh amit sih, Cuma berhubung gue pake mobil, jadinya ya jauh. 12 jam! Itu lumayan untuk bikin pantat bisulan tumbuh akar dan mungkin bisa jadi batang, dahan, daun, sampai buah. Oke, gue lebay. Tapi beneran, duduk selama 12 jam itu, menyiksa. MENYIKSA banget. Apalagi jadi supirnya. Lah ya pegel duduk, pegel nginjek rem ama kopling, pegel masukin gigi, pegel nyopotin gigi, pegel... eh bablas. Ya pokoknya nggak enak.

Selama diperjalanan pergi, ada ibu-ibu yang numpang bareng mobil gue. Ibu-ibu sama anak gadisnya. Awalnya mobil gue wangi banget. Wangi lavender. Begitu nih ibu-ibu sama anak gadisnya masuk, pertama sih bau wangi parfum yang kecium, tapi lima belas menit kemudian.... Mulai muncul bau-bau tak sedap. Mirip bauNenek buyut gue. Tahukan, bau nenek-nenek tuh bau minyak angin yang nyengat banget dan nggak lazim itu. Gue sama adek gue sempet mikir kalau itu arwah Kakek gue yang pengen ikutan jalan-jalan juga. Tapikan mustahil ya.

Bisik-bisik sama adek gue, akhirnya si adek ini jadi tumbal untuk mengendus siapakah gerangan yang punya bau. Sambil pasang muka cemberut, adek gue ngendus ke arah si anak gadis dan ibunya yang tengah tertidur lelap. Si ibu ngorok malah! Buset dah. Semenit ngendus-ngendus macam guguk nyari tulang di dalam tanah, adek gue yang manis itu noleh ke gue. Dengan muka bete, dia nunjuk ke arah si ibu yang lagi ngorok. “Dia tersangkanya!”

Ya ampun!! Gue Cuma bisa ngelus dada bareng adek gue. Gimana nggak, nih ibu sama anak nebeng sampai ke kota yang sama kayak yang gue mau datangin. OMG Helllooooowwww....!!!

Gue sama adek gue bahkan sempet bisik-bisik untuk atur rencana ngebuang nih ibu-ibu ke sungai gede yang kami lewati. Biar dimakan buaya. Tapikan, tapikan, gue sama adek gue hanyalah dua gadis belia yang imut dan berhati lembut. Mana tega mau melakukan tindak kejahatan yang nggak berperikeibuan gitu. Akhirnya, gue dan adek gue memutuskan untuk bertahan dalam ketidaksedapan bau yang harus kami hirup selama 12 jam ke depan. Dan disaat gue dan adik gue mulai membiasakan hidung dengan bau si ibu, tiba-tiba.... NTTUUTTPREETPRETTPREETetetetetetetprettetet....

Lo pada bayangin dong, bayangin coba itu bunyi apa. Bayangin!!! OMG Hellooooowwwww.......
Gue sama adek gue seketika sesak nafas dan langsung buka jendela mobil. Gilak! Benar-benar tidak berperikehidungan. Mentang-mentang gue nggak punya idung! Tapikan tetep aja. Hhaahhh.... Setelah gue sama adek gue buka jendela dan mengipas-ngipas di sekitar kami dengan heboh. Si ibu bangun. Dengan wajah tak berdosa, beliau bilang, “itu barusan bunyi apa ya, nak?”

WHAT? Gue sama adek gue hanya bisa saling pandang. Dan dalam hati mungkin menyuarakaan hal yang sama. “Itu bunyi yang berasal dari ibu sendiri! Nggak usah sok polos deh, Buuuuu!!!!!!”




Einca, 2014

Kamis, 12 Juni 2014

Interlude - Lirik lagu untuk Hanna

Pengen banget beli buku Interlude karya Kak Windry, tapi bulan ini lagi banyak banget pengeluaran. Jadi, ini postingan sebuah lirik yang aku tulis for teh giveaway. Udah kebayang sih nadanya gimana, waalaupun sendu banget. Hahaha.... Dan, semoga kalian suka lagu yang aku buat ini.
Bagi yang mau ikutan juga, silahkan cek TL-nya kak @gitaromadhona


And, this is it. Enjoy the song!

Trust Me


Wanita yang membuat jantungku selalu berdegup
Wanita yang selalu menjadi alasan untuk aku berjuang dan berusaha
Itu kamu, Hanna...

Dengarlah Hanna, dunia ini terlalu kecil jika hanya untuk ditangisi
Tersenyumlah, lupakan masa yang telah lalu
Ada banyak bahagia yang terbentang untukmu
Percayalah padaku, Hanna
Aku akan ada untukmu
Aku tak akan pernah pergi lagi

Air mata itu, izinkan aku untuk mengusapnya
Kemarilah Hanna, biarkan aku mengobati lukamu
Percalayah padaku, Hanna
Aku akan ada untukmu

I miss you again, today
Because you remain in my heart
Look at me, who loves you
Trust me...
Don't be sad
Because tears fall like this
Because tears keep falling


***


Einca, 2014

Harapan.....

Harapan....

Kalian pasti nggak asing dengan kata harapankan? Kalian semua pasti pernah punya harapan, atau sedang punya harapan. Entah itu kalian sadari atau nggak. Kalian  pahamkan sama pengertian harapan?
Kalau nggak tahu, kalian tanya aja sama Uyut Google deh. Banyak banget pengertian harapan.

Bagi gue sendiri, harapan itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan diusahakan. Harapan itu ada untuk membuat manusia lebih berusaha dan selalu berjuang dalam hidupnya. Berjuang dalam hal apapun.  Entah itu dalam hal percintaan, kerjaan, dan sebagainya. Pokoknya untuk kehidupan. Jangan pernah bilang kalau kalian nggak punya harapan, nggak berharap, atau apapun itu. Sekecil apapun itu, dari dalam diri kita masing pasti punya harapan. Sadar atau nggak.
Gue pernah ngobrol sama seseorang. Tentang harapan ini. Dia termasuk orang yang nggak percaya sama yang namanya harapan.

"Gue nggak berani berharap!"

"Kenapa?"

"Gue takut kalau harapan itu nggak kesampaian, gue ntar sakit."

"Harapan nggak akan bikin lo mati!"

Dia diam. Diam  dengan kalimat ketus gue. Iyap. Harapan nggak akan bikin siempunya harapan itu mati. Kalau kita berusaha dan berjuang untuk harapan itu. Kalaupun nanti harapan itu nggak jadi kenyataan, kita nggak akan sesakit dan sejatuh itu.

Pernah dengar cerita tentang kotak pandora? Yang di mitos-mitos Yunani itu loh. Nah, menurut mitos Yunani kuno, di dalam kotak pandora itu  dulunya ada banyak banget semua sifat-sifat alami manusia, tapioleh Dewa Zeus, beberapa dibebaskan. Lo tau, hanya ada satu yang masih bertahan di dalam  kotak itu. Harapan. Itu satu-satunya sifat dasar dalam diri manusia yang nggak akan punah dimakan waktu.
Doapun, itu juga bentuk sebuah harapan. Gue dulu pernah ngomong, "gue nggak berharap, tapi gue berdoa!". Dan temen gue yang denger ini langsung ketawa. Setelah gue renungi, pantas aja gue diketawain. Sejak kapan berdoa tapi nggak berharap. Berdoa itu yang berharap Allah mengabulkan doa yang kita panjatkan, atau minimal denger doa itulah. Hahaha....

Jadi, jangan pernah bilang lo nggak punya harapan. Nggak berani berharap. Nggak mau berharap. Percayalah, punya harapan itu indah. Hidup lo akan lebih hidup. Orang yang nggak punya harapan, pasti dia seperti mati dalam hidup. Hampa. Kosong. Abu-abu. Dan, bagaimana lagi lo perjuangin  hidup  lo kalau lo  nggak berani menghidupkan dan menggantungkan lampion  harapan!



Einca, 2014

Selasa, 10 Juni 2014

Blog. Blogging. Blogger

Blog. Blogging. Blogger.

Gue pernah baca ditempatnya siapa itu, tentang blog, ngblog dan orang-orang yang hobby ngblog, bahasa kerennya itu blogger. Disana si penulis itu bilang, "hobby ngblog itu nggak bermanfaat dan nggak mendatangkan uang. Ngblog itu kalau hanya untuk keasyikkan, sama aja lo buang waktu. Wasting your time because of blog. Nggak penting. Karena nggak bermanfaat! Pasti yang ngblog itu, adalah oraang-orang yang nggak punya kesibukan.". Gue baca tulisan ini di blog juga. Hahaha

Bagi gue pribadi, dan mungkin bagi para blogger lainnya, ngblog itu bukan sekedar hobby. Tapi, ngblog itu buat ngeluarin apapun yang ada  di dalam otak, yang nggak bisa didiskusiin sama orang lain. Ngblog itu, buat ngeluarin apapun yang jadi ganjalan di dalam otak, entah itu unek-unek, entah itu masalah pribadi yang dijadiin cerita, ataupun kisah orang lain yang kalau dishare mungkin bisa bermanfaat bagi yang baca. Nggak semua yang ngblog itu adalah orang yang nggak punya kerjaan. Banyak kok yang ngblog disela-sela waaktu kerjanya yang ribet. Ya, mungkin suntuk sama kerjaannya. Otak udah buntu, ya udah sekedar share aja di blog pribadi. Terserah orang baca atau nggak, pokoknya apa yang ganjal di otak itu keluar.

Jadi intinya, ngblog itu bukan cuma sekedar buat hobby. Blog juga bisa menghasilkan uang loh. Iyakan? Kan banyak lomba buat para blogger. Lagian, banyak juga penulis sukses yang berasal dari blog. Iyakan? So, nggak usah ngomongin para blogger tuh nggak punya kerjaan. Ngblog tuh nggak penting, sementara lo sendiri nyebarin berita itu di BLOG!

Gimana bloggers? Setuju nggak sama gue? Ini hanya sekedar pendapat sih.. ^_^




Einca, 2014

Minggu, 08 Juni 2014

Seratus Mawar Putih

Rian menatap rangkaian mawar putih yang ada di tangannya. Seratus tangkai mawar putih. Bunga favorit dia yang telah jauh disana. Bunga terakhir yang menjadi permintaan dia yang telah tenang disana. Seratus tangkai mawar putih yang dulu pernah menjadi awal sebuah kisah singkat yang manis. Kisah yang mengajarkan Rian tentang arti memiliki dan kehilangan, arti melindungi dan menjaga, arti sebuah keikhlasan dan arti sesungguhnya sebuah rasa yang disebut cinta

***

"Aku nggak mau pergi kemana-mana, aku mau disini aja. Sama kamu," ucap Kinan lirih. Matanya menatap Rian lembut, berharap lelaki yang duduk di sampingnya ini mau mengerti permintaannya.

"Tapi kamu sakit, Nan. Pergi berobat kesana itu, adalah pilihan yang baik untuk kamu. Kamu harus sembuh." Rian berkata sambil menggenggam lembut tangan Kinan.

Kinan menggeleng pelan, "aku tahu, tapi aku juga tahu mana yang paling baik untuk aku. Aku lebih pilih hidup hanya satu jam, tapi bisa sama-sama kamu dan Mama Papaku, daripada harus pergi ke tempat yang jauh dan aku harus terkurung di dalam ruangan yang aku nggak suka."

Rian terdiam mendengar kata-kata panjang dari Kinan. Sejujurnya, jauh di dalam hatinya, ia juga ingin Kinan selalu disisinya. Selalu dalam jangkauan matanya. Tapi, pergi ke Singapure ini, adalah satu-satunya kesempatan gadis yang dicintainya ini bisa sembuh.

Kinan tersenyum lemah melihat Rian yang diam termenung di sampingnya. "Hei," Kinan memegang lembut wajah Rian dan mengarahkan wajah yang diliputi mendung gelap itu kepadanya. "Aku, tahu apa yang aku mau. Kalau Tuhan memang masih memberikan aku kesempatan untuk sembuh dan baik-baik saja, mau dimanapun aku, aku pasti akan sembuh."

Rian menghela nafas panjang. Digenggamnya tangan Kinan yang masih menempel dipipi kanannya. Lembut, tangan itu begitu lembut. Rian selalu menyukai setiap kali Kinan menyentuh wajahnya seperti ini. Seberat apapun masalah yang tengah dihadapinya, seolah luruh bersama belaian lembut ini.

"Aku bener-bener nggak mau kamu kenapa-napa. Aku mau kamu sembuh." Ucap Rian pelan. Matanya menatap manik coklat mata Kinan, memohon. "Aku mau kamu sembuh, Kinan."

Lagi, Kinan tersenyum mendengar ucapan Rian. "Kamu tahu, setiap hidup ituselalu ada pilihan yang sulit pilihan. Dan ini pilihanku. Pilihan untuk tetap disini, berobat disini dan dekat sama kamu juga keluargaku. Aku nggak mau, mati sendirian tanpa kalian. Percayalah, apapun hasilnya nanti, itu kehendak Tuhan yang paling baik."

Rian terdiam. Sesaat kemudiaan ia mengangguk pelan. Dadanya serasa sesak dan pelupuk matanya mulai menghangat. Sekuat tenaga Rian berusaha untuk memasang seulas senyum untuk gadis ini dan menelan kembali bening yang menggenang di pelupuk matanya. Dia tahu, dia tak akan pernah menang berdebat dengan Kinan dan Rianpun sadar, kata-kata Kinan ada benarnya. Dan melihat senyum lebar yang menghiasi wajah gadis itu sesaat setelah ia menganggukkan kepalanya, Rian merasakan kehangatan di dadanya yang tadi sesak. Ya, senyum itu, hanya senyum itu yang ingin selalu Rian lihat di hari-harinya. 

"Terima kasih," Kinan benar-benar tersenyum senang dan ada kelegaan yang terpancar di wajahnya. "Aku pengen ada banyak mawar putih. Seratus aja. Cukup seratus. Bisa nggak?" Kinan menatap Rian, berharap.

Kening Rian berkerut. "Seratus mawar putih?" Tanyanya bingung.

Kinan mengangguk. "Seratus mawar putih. Seperti dulu, waktu pertama kita ketemu. Karena seratus mawar putih itu."

Rian tersenyum. Ia tak akan pernah lupa saat pertama kali ia dan Kinan bertemu. Semua karena seratus tangkai mawar putih. Rian mengangguk dan mengusap puncak kepala Kinan lembut, lalu membawa gadis itu dalam pelukannya.

"Terima kasih karena udah ngajarin aku banyak hal. Terima kasih karena udah ngajarin aku arti sesungguhnya sebuah cinta." 

Kinan tersenyum dalam dekapan Rian. Ini adalah tempat ternyaman yang Kinan rasakan saat ini. Dalam dekap lelaki ini. Kinan selalu merasa bersyukur karena disaat terakhir hidupnya, Tuhan mendatangkan seseorang yang mampu membuatnya merasa hidup lagi. "Cinta itu, tahu dimana dan bagaimana ia seharusnya," ucap Kinan lembut. Perlahan matanya terpejam. Damai dalam dekap dunianya. Damai dalam dekap kasihnya.

***

Rian mengusap bening yang menetes di kedua pipinya. Sesaat kemudian ia tersenyum sambil berjongkok di depan sebuah gundukan tanah yang masih basah dan bertabur kelopak-kelopak bunga yang masih segar.

"Hai, Kinan. Kamu bahagia? Aku datang, bawa permintaan terakhir kamu."  Kata Rian sambil meletakkan rangkaian seratus mawar putih yang dibawanya. "Maaf karena aku menangis. Aku menangis bukan karena menyesali yang terjadi. Aku menangis karena aku mencintaimu. Tenanglah disana. Aku baik-baik saja." Lalu Rian memejamkan matanya sejenak, melantunkan rangkaian doa untuk Kinan.

Lima menit Rian terdiam dalam doanya. Lima menit Rian mengenang semua kisah manis yang telah diberikan Kinan disela-sela perjuangan gadis itu untuk bertahan hidup. Dan akhirnya Rian tersenyum lebar saat matanya terbuka. Iya, sesuai permintaan Kinan, Rian baik-baik saja dan tetap bahagia. Baik-baik dan bahagia dengan tetap memegang dan mengingat semua kisah yang ada. Dan Rian tahu, kalau Kinan tak akan pergi kemana-mana. Selalu, gadis itu akan selalu ada bersama bayangnya.





Einca, 2014



Jumat, 06 Juni 2014

TUGAS!!!

Tugaaasss!!!!

Aaaaaaakkkkkkk......!!!!
Iya nih, tugas gue numpuk. Ya ampuunn...
Jadi ceritanya, besok itu UAS, dan para dosen tercinta yang syalala banget itu, dengan teganya ngasih tugas numpuk senumpuk-numpuknya. Nggak peduli mahasiswanya ini lagi galau atau apa, pokoknya sewaktu UAS, tugas dikumpul.

OMG Hellooooooowwww......
Dan sekarang, di rumah gue, di ruang tamu gue, ada dua temen gue yang ikutan begadang ngerjain tugas. Emmm.... Nggak semua begadang sih, ada yang tidur di sofa soalnya. Cuma satu orang yang bener-bener ngerjain, sementara gue, hahaha.... Mainan blog! Yeah, great!

Entah emang gue yang begok, atau gue yang kelewat males. Otak gue burem liat kertas-kertas yang berisi deretan angka-angka setan itu. Sama sekali gue nggak kepikiran satu jawabanpun. Jangankan kepikiran, kelintas aja nggak. Satu-satunya yang kepikiran sama gue sekarang yaitu, gimana caranya gue bisa tidur saat ini juga! Ngantuk! Tapi gimana mau tidur, lah tugasnya kelar seperempat aja belum tuh loh... Hahahaha...

Dan, semua tugas-tugas nyebelin itu, gue hibahkan dengan bahagia ke temen gue yang makasih banget ya Allah, malam ini otaknya jalan. Jadi, bagian gue cuma ngprint-ngeprint dan googling-googling. Yeah, bener-bener bagian yang adil. Muahahahahaa....

Tugaass oohhh tugaaass.... Kamu membuat malamku yang seharusnya tak panjang menjadi sangat-sangat panjang...

NB: Tolong jangan tiru kelakuan gue ya temanstemans.... Gue dapet predikat gila udah dari jaman dahulu kala, jangan sampai kalian ikutan juga! ^_^

 Einca, 2014

Selasa, 03 Juni 2014

Move On!!!

Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIQL_jEH7bi3o58MRrH5MHe7o4Z7PFTmmfFHrzCYikQg9yksjno3Iz6oLdmHtrcDHhsiyBV7khZvS8r2G1OGrARN6qt-NDyhTuDIT5Vwmzt22TPHFdpMp54yPLcJroKJMmAvNJGUu6QFH7/s1600/move-on-(www.zootodays.blogspot.com)2.jpg



Move on!!!

Iya move on. Pada tahu move on kan? Sering denger kata move on kan? Atau malah lo orang yang sering ngomongin kata "move on" itu sendiri? 
Iyap, kalimat "move on dong maaannn!!!", "move on dong brooo!!!", "move on dong sist!!!", dan lain-lain. Nah, baru-baru ini gue juga abis nyuruh orang lain buat move on. Move on dari kekasih hatinya yang telah pergi jauh entah kemana. Hahahaha

Move on itu penting. Penting banget. Lo nggak mungkin seumur hidup mau stuck di posisi yang sama terus-terusankan? Hidup tuh berjalan terus, kalau lo tetap stuck, nggak move, lo ketinggalan jauh banget dan lo nyia-nyiain hidup. Move on itu, bukan berarti kita ngelupain bener-bener ngelupain semuanya. Bukan berarti kita ngelupain masalah yang pernah ada itu. 
Contohnya aja dalam hal percintaan. Ketika kekasih hati yang lo cinta pergi ninggalin lo, pasti rasanya sakit bangetkan? Kalau bener-bener cinta, pasti bakal nangis dulu rada semingguan, atau malah sebulanan. Tapi nggak mungkin gitu teruskan? Lo bisa mati kalau setiap hari cuma nangis dan nginget dia yang tercinta itu. 
Lo mesti move on. Lupain dia yang tercinta itu dan melangkah ke yang baru. Bukan berarti lo harus musuhin kekasih hati lo itu, bukan berarti juga move on lo itu dengan langsung cari kekasih hati baru. Itu bisa jadi lo cuma nyari pelarian doang.

Sakit itu, memang nggak bisa dihapus gitu aja. Semua kenangan itu, juga nggak bisa dihilangkan begitu aja. Nggak apa-apa kalau di hati lo masih tetap dia yang lo cinta. Tapi, hidup itu tetap harus maju dan berjalan ke depan. Biarin yang dicinta itu tetap ada di hati dan dikenang yang manis-manisnya, hingga suatu hari nanti lo ketemu dengan orang yang bisa menggantikan posisi yang tercinta itu dihati lo.

Move on!!!
Apapun itu, dalam hidup ini, lo harus selalu berpindah. Move. Jalan terus. Nggak boleh stuck, nggak boleh diam di tempat. Karena hidup itu nggak diam. Hidup itu berjalan dan terus berjalan tanpa peduli tentang makhluk yang ada di dalam kehidupan itu.

Yoyoyoooo para galaueeeerrrsss..... MOVE ON!!!
PiiissLoopp'nGaooll... ^_^



Einca, 2014

Minggu, 01 Juni 2014

Senja Kita

Sebelah mataku memicing saat semburat cahaya jingga itu bersinar tepat ke arahku. Semilir lembut angin pantai menerpa wajahku dan memainkan sejumput rambutku yang tak terikat. Aku terduduk di atas hamparan pasir putih halus ini, dengan mata yang menerawang jauh ke tengah laut. Tak kuhiraukan kakiku yang basah karena terkena sapuan ombak.

Senja ini, semilir angin ini, gemerisik ranting cemara yang beradu, juga bunyi deburan ombak yang menyapu pasir dan menghantam karang ini. Seolah bernyanyi. Alam ini, pantai ini, mengiringi memoriku tentang dia yang tervisualisasikan di tengah hamparan laut biru yang terbentang luas ini. Senandung alam yang indah, di senja yang penuh kenangan manis. Tentang hatiku dan hatimu yang dulu sangat bahagia. Tentang kita. Tentang senja kita.

***

"Kenapa kamu suka pantai?" Itu pertanyaan yang dia ajukan di suatu senja indah beberapa waktu lalu.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan itu. Itu adalah pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya, dan selalu dia tanyakan setiap mengajakku ke pantai. "Karena..."

"Pantai itu menenangkan. Ada nyanyian mistis yang selalu bersenandung setiap kali kamu merenungi pantai. Dan karena kamu suka pasir dan pecahan karang yang ada di sekitar sini. Juga, kamu paling suka nikmatin senja dari pantai." Rama memotong kata-kata yang hendak aku ucapkan dan menuturkannya dengan nada lucu sambil menggenggam tanganku erat.

Aku tertawa. Iya, Rama tau betul kenapa aku suka pantai. Dan pria inipun memiliki alasan yang nyaris sama denganku. Alasan yang nyaris sama tentang, kenapa kami menyukai pantai. Juga senjanya.

***

Senja itu, ada yang lain saat Rama mengajakku bertemu di pantai ini. Ada yang lain saat Rama menggandengku untuk duduk di tempat biasa kita duduk memainkan ombak dan pasir. Wajahnya yang biasanya ceria tampak muram dan pucat, tak satu katapun yang keluar dari bibirnya sejak tiba disini. Seolah mengerti, senja inipun tak seindah senja-senja sebelumnya. Ada kabut dan awan gelap yang menyelubungi, seakan menyembunyikan badai di baliknya.

"Icha, aku harus pergi." 

Lirih, kata itu terucap. Aku terdiam. Otakku mencoba untuk mencerna maksud dari kata-katanya. Tapi, disekian menit diamku, disekian menit otakku mencoba untuk mencerna, aku tak menemukan maksud dari kalimat pendek itu.

"Aku harus pergi. Dari kamu. Aku nggak bisa lagi nemenin kamu. Nggak ada lagi kita, ataupun tentang kita. Aku nggak bisa jelasin alasannya apa. Tapi aku nggak bisa lagi sama-sama kamu. Nggak bisa lagi untuk wujudin mimpi-mimpi kita. Maafin aku, Cha." Dengan suara tercekat Rama menuturkan kalimat menyakitkan itu. Matanya menatapku dengan penuh sesal dan kesakitan. Perlahan, Rama memegang kedua pipiku dan mengecup lembut keningku. Dengan sayang diusapnya rambutku, seperti yang selalu dia lakukan setiap kami bersama. 

Lima menit kami berdiam dalam keheningan. Bunyi guntur dan petir yang mulai bersahutanlah yang mencairkan waktu. Perlahan Rama bangkit dari duduknya. Dilepaskannya tanganku yang masih menggenggam erat tangannya. Pelan, dia berkata, "aku pulang. Tadi, sebelum  kesini aku udah minta Mela buat nemuin kamu. Kamu tunggu sini ya, jangan kemana-mana. Maafkan aku Icha. Yang harus kamu tahu, aku selalu mencintaimu." Dan itu adalah kata-kata terakhir dari dia yang kuingat. Duniaku menggelap saat bayangannya menghilang di balik pohon-pohon cemara  itu, dan tak ada satupun suara yang sanggup keluar dari mulutku. Hanya tetes bening ini yang mengalir perlahan di kedua pipiku.

***

Aku menghela nafas pelan. Ini adalah senja ke 1.095 kalinya sejak Rama pergi. Dan di senja ke 195, aku baru tahu tentang alasan sebenarnya Rama pergi meninggalkanku. Dan walaupun sudah 1.095 senja yang aku lewati tanpa dia yang aku cinta, aku tetap tak mampu menghapus sedikitpun bayang tentangnya. 

Lagi, di senja ke 1.095 ini, langit kembali sama seperti saat senja terakhir itu. Langit yang awalnya cerah berwarna jingga, berubah menjadi mendung. Kilat, petir dan guntur sesekali mulai terdengar. Entah kenapa, tetes bening ini kembali muncul setelah sekian lama tak pernah muncul lagi. Perlahan, aku merogoh tasku, kukeluarkan batu karang berbentuk hati yang aku temukan di tempat sekarang Rama tinggal. Kutengadahkan kepalaku menatap langit yang mulai kelam itu.

"Rama, tenang di sana ya. Maafin aku yang nggak nemenin kamu di saat terakhir kamu. Karang ini, akan selalu aku bawa kemanapun aku pergi. Yang harus kamu tahu, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Seperti ombak yang tak pernah meninggalkan pantainya, seperti pecahan karang yang tak pernah meninggalkan pasirnya, dan seperti senja yang selalu ada di setiap harinya. Seperti itu juga aku akan selalu mengingat tentang kita. Dan seperti itu juga aku tahu, bahwa kamu selalu menemaniku."



Einca, 2014




© Airalaks, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena