Senandung RASA Ketika hati dan otak mulai tak mampu lagi menampung rasa dan lisan tertahan untuk menyenandungkannya, maka tulisan mengambil alih untuk menyampaikannya. Menyenandungkan semua tentang Rasa...

Senin, 09 Februari 2015

Harap Maaf Padamu


Maaf...
Untuk salah yang tak sengaja kulakukan

Maaf...
Untuk marah yang tak sengaja kutimbulkan

Maaf...
Untuk singgung yang tak sengaja kukatakan

Kau tahu, Tuan? Sedikit pun aku tak pernah sengaja untuk menimbulkan percik emosi yang membuatmu marah. Sedikit pun aku tak bermaksud untuk menimbulkan rasa tak nyaman hingga menciptakan rentang jarak antara kau dan aku. Sedikit pun aku tak bermaksud untuk membuatmu kesal padaku. Tapi sekali lagi, sepertinya aku yang salah. Kata-kataku mungkin tak terlalu pantas. Atau mungkin tak pas. Entahlah, tapi aku tak bermaksud membandingkan.

Tuan, tidak ingatkah kau bagaimana sebenarnya aku? Pernah tidak aku membandingkan sesuatu hal akan dirimu? Aku rasa tidak. Pun juga yang lain-lain. Tapi sekali lagi, seperinya aku yang salah. Jadi kumohon, maafkan aku.

Tuan, jika bisa, jangan kau hanya membisu. Mendiamkan dan menjauh dariku. Sebesar itukah salahku, sampai aku kau diamkan? Sebesar itukah salahku, sampai aku kau jauhi?

Aku masih ingat kau seperti apa. Apakah ada salahku yang lain lagi? yang sangat-teramat-tak-berkenan untukmu, hingga sikapmu seperti ini? Kalau iya, kumohon maafmu untukku. Dan jika memang salahku sangat-teramat-besar hingga sulit dimaafkan, bilang. Aku tak akan menahanmu. Pun tak akan menunggumu. Akan kulepas semua janji yang ada. Jika memang begitu nanti maumu.

Kau ingat, Tuan? Aku pernah melakukan salah yang lebih padamu, kau tak begini. Masih ada. Masih menyapaku. Masih tertawa bersamaku. Walaupun kuakui agak sedikit berjarak. Apa karena itu juga? Hingga marahmu yang sekarang berupa murka? Jika iya, sekali lagi, kumohon maafkan aku. 

Berlebihan ya? Maaf. Tapi aku benar-benar tak suka jika berdiaman dengan orang lain. Apalagi denganmu. Aku ingin berpikiran yang baik-baik saja, mungkin kau lelah, atau apa. Tapi rasanya sulit. Aku takut kau pergi lalu tak kembali lagi. Karena, ini yang pertama kalinya kau murka padaku. Seperti ini. Rasanya, lebih baik kau mengomel dan memarahiku saja daripada diam membisu seperti ini. Karena, kau lebih tampan jika berceloteh. Sedang marah sekali pun. Bukan diam.

Tuan, aku merindukanmu. Untuk tawa juga canda dan semuanya. Aku merindukanmu. Sungguh.
Aku masih menunggumu kembali, lalu menggandengku lagi.
Untukmu, Tuan terkasih yang sudah secara tak sengaja kusakiti, sekali lagi, maafkan aku. 



(Untuk seseorang yang secara nggak sengaja gue bikin bete)


© Airalaks, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena