Senandung RASA Ketika hati dan otak mulai tak mampu lagi menampung rasa dan lisan tertahan untuk menyenandungkannya, maka tulisan mengambil alih untuk menyampaikannya. Menyenandungkan semua tentang Rasa...

Kamis, 17 Juli 2014

Senandung Rinai Hujan


Hujan turun lagi...
Mungkin alam mengerti bahwa aku memang ingin menikmati rinai hujan hari ini...
Mungkin alam mengerti bahwa aku memang ingin mendengarkan senandung rinai hujan hari ini...
Selalu, sejak dulu, aku selalu bahagia saat rintik bening ini mulai menyapaa bumi. Entahlah, ada sensasi menggelitik yang sulit dijelaskan ketika telapak tangan menengadah dan terkena rinai hujan.
Ada aroma misterius yang selalu menguar setiap kali hujan datang menyapa bumi...

Hujan kali ini, mengingatkan aku pada matahariku yang telah jauh disana dan tengah berusaha menghiasi belahan bumi yang lain... Hujan ini mengingatkan aku pada matahariku yang tertawa ceria saat rintik bening ini mengenainya. Aku masih ingat dia yang dengan lucunya berkata, "hujan! Dingin ya. Duh, basah ini...."
Hahaha, iya, matahariku memang lucu! Sejak kapan coba, hujan itu panas. Mau lagi terang gimanapun dunia, yang namanya hujan tetap aja dingin.
Tapi saat itu, aku tidak menjawab seperti itu. Aku malah mengiyakan dan ikut tertawa bersamanya. Aku bahkan mengikutinya yang menarikku untuk berteduh di depan deretan ruko yang telah tutup. Di sana, matahariku mengajakku bernyanyi. Bernyanyi tentang hujan.

"Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri... Aku bisa tersenyum, sepanjang hari, karena hujan telah menahan disini.... Untukku..."

Gitu kira-kira reff lagunya. ^_^

Dan memang, hujan selalu membuatku mengenangnyaa. Membuatku tersenyum dalam rintik bening lain. Hujan ini membuatku bahagia. Dengan bayangannya yang tervisualisasikan di antara rinai hujan yang mengenai jendela kamarku. Hujan ini juga membuatku ikut bersenandung, bersamaan dengan senandung rinainya yang menggelitik bumi. Walau bayangan itu tak akan pernah menjadi nyata, setidaknya aku bahagia karena bayang itu adalah sebentuk wajah ceria yang terakhir kali aku kenang.

Namun, hujan kali ini sedikit berbeda. Untuk pertama kalinya, seluruh jiwaku menangis bersamaan dengan turunnya hujan. Bukan wajah bahagia yang tervisualisasikan disana, namun wajah sedih penuh luka. Dan aku adalah penyebab matahariku terluka.

Hei, hujan!!!
Dengarkan aku, basahilah bumi tempat matahariku berada sekarang. Biarkan matahariku beristirahat sejenak dari tugasnya menyinari bumi. Berikanlah matahariku sebentuk kesejukan yang nyaman. Sampaikan pada matahariku dalam senandung rinaimu, untuk selalu tersenyum. Karena dunia membutuhkannya. Dan agar aku tak menangis lagi saat rinaimu turun menyapa bumi....



Einca, 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Airalaks, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena