Senandung RASA Ketika hati dan otak mulai tak mampu lagi menampung rasa dan lisan tertahan untuk menyenandungkannya, maka tulisan mengambil alih untuk menyampaikannya. Menyenandungkan semua tentang Rasa...

Minggu, 06 April 2014

Cahaya Misterius

"Kamu itu punya cahaya. Andai aja kamu sadar."

"Cahaya apa?"

"Cahaya matahari. Kamu itu punya matahari. Tapi kamu tutupin sama semua yang kamu lakukan selama ini?"

"Hah? Aku matahari? Tinggi banget itu..."

"Hahaha.... Udah saatnya kamu sadar. Kamu itu punya cahaya. Jadi tunjukkinlah."

Dhani tertawa hambar mendengar kata-kata Puput. Bingung ingin menanggapi kalimat itu dengan apa. Baginya, yang selama ini memiliki cahaya dan kekuatan matahari itu ya gadis berjilbab yang sekarang duduk di hadapannya ini. Sudah banyak bukti yang diadapatkan sejak mengenal Puput lebih sebulan lalu, gadis ini memiliki cahaya terang laksana matahari. Apapun yang ada di dekatnya bisa merasakan semangatnya yang selalu ceria dan penuh warna itu.

Lebih sebulan lalu, Dhani tak sengaja bertemu Puput yang menyapanya duluan saat dia tengah menunggu kliennya di sebuah cafe. Masih dia ingat saat gadis itu menyapanya lembut dan mengaku sebagai penggemar cerpen-cerpen yang sering Dhani posting di blog pribadinya. Awalnya Dhani bingung dan membalas sapaan itu dengan acuh. Tapi entah kenapa gadis itu mampu membuat Dhani yang dingin menjadi cepat mencair. Dan memang tak membutuhkan waktu lama, percakapan dan pertemuan berikutnya semakin sering terjadi dan semakin mendekatkan Dhani dan Puput. Gadis manis berjilbab dan berlesung pipi itu.

***

"Kamu sebenarnya darimana sih asalnya?" Tanya Dhani polos dan langsung disambut tawa geli Puput. 

Ini sudah hampir dua bulan Dhani mengenal Puput dan dia sama sekali belum mengetahui dimana gadis itu tinggal dan dimana gadis itu kuliah. Melihat dari diktat-diktat tebal yang selalu di tentengnya setiap kali mereka bertemu, Dhani yakin Puput masih berstatus mahasiswi.

Puput tersenyum manis. "Memangnya kenapa?" 

"Ya, kan pengen tahu aja gitu. Masa teman nggak tahu dimana temannya tinggal. Kita temankan?" Dhani menatap Puput meminta jawaban.

Sejenak Puput terdiam, lalu gadis itu mengangguk pelan dan berkata lirih. "Aku tinggal satu gang di belakang rumahmu. Rumah No. 22A."

"Hah?" Dhani terbelalak. Ternyata gadis ini begitu dekat dengannya. Tapi bagaimana bisa Dhani tak mengetahui tentang keberadaan Puput, sementara dia hampir mengenal semua warga yang tinggal di kompleks perumahan kontrakkannya itu. 

Puput mengangguk pelan. Senyum manisnya tersungging lagi, hingga menampakkan lesung pipinya yang dalam. "Ingat, kamu itu cahaya. Jangan sampai cahaya kamu itu menghilang lagi. Kamu pasti bisa ngeluarin cahaya itu. Aku pamit dulu. Assalammualaikum." Dan Puput berlalu meninggalkan Dhani yang masih terpaku di tempat duduknya dan masih berperang dengan apa yang mendadak berkelebat di otaknya.

***

Siang itu Dhani benar-benar memutuskan mengunjungi rumah No. 22A yang pernah Puput sebutkan. Dhani nekat mengunjungi rumah tersebut karena Puput sudah menghilang selama 3 hari. Dhani tak punya nomor ponsel gadis itu, Puput tak pernah memberikannya. Jadi yang bisa dia lakukan sekarang hanya mencari kebenaran tentang gadis misterius itu.

Tok. Tok. Tok. Dhani mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Tak lama, terdengar sahutan dari dalam rumah dan beberapa detik kemudian pintu rumah itu terbuka. Tampak seorang wanita paruh baya menggunakan gamis hijau dan jilbab putih muncul dari balik pintu.

"Cari siapa?" Tanya Ibu itu ramah.

Dhani langsung menjelaskan maksud kedatangannya dan siapa yang dicarinya. Ibu itu terdiam. Mata tuanya yang sudah sayu berlinang. Dan penuturan singkat dari bibir Ibu itu membuat Dhani membeku. Benarkah kenyataan ini? Benarkah yang dia dengar?

"Puput sudah meninggal sejak setahun lalu. Kecelakaan, dan Puput memang sudah menjadi penggemar cerpenmu sejak kamu pertama kali memposting tulisan-tulisanmu. Puput meninggal saat hendak menghadiri wisudamu."

***

Dhani menabur bunga di atas gundukan tanah yang telah ditumbuhi rumput-rumput jepang yang tertata rapi. Sebuat nama yang pernah dikenalnya tiga bulan lalu terpampang di sebuah papan kayu yang tertancap di atas gundukkan tanah itu. Seikat bunga mawar putih Dhani letakkan di atas pusara gadis yang telah mengajarinya banyak hal selama dua bulan lalu. Walaupun Dhani tak begitu yakin dengan apa yang dia lihat selama dua bulan lalu. Tapi Dhani yakin, memang gadis ini yang telah menemuinya dan mengingatkannya.

"Terima kasih untuk cahayamu. Terima kasih telah mengingatkanku bahwa aku memiliki cahaya itu. Terima kasih telah memberiku rasa yang selama ini tak pernah aku sangka bisa aku miliki."



Einca 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Airalaks, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena